HUKUMNASIONAL

Tuai Masalah, Kapolri Didesak Cabut TR Penghinaan Pejabat

 


JAKARTA (podiumindonesia.com)- Amnesty International Indonesia mendesak Kapolri mencabut Surat Telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1.2020 per tanggal 4 April 2020 terkait penanganan kejahatan di ruang siber selama penanganan wabah virus corona (Covid-19).

Aturan tersebut dinilai bermasalah karena membuka ruang potensi risiko penyalahgunaan kekuasaan kepolisian dan penegak hukum untuk bersikap represif.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengirim surat telegram untuk korps bhayangkara se-Indonesia. Beberapa di antara isinya adalah untuk menindak penyebaran informasi palsu atau hoaks selama penanganan wabah Covid-19 serta penghinaan kepada Presiden dan Pejabat Pemerintah.

“Atas nama penghinaan presiden dan pejabat negara, telegram itu berpotensi memicu pelanggaran kemerdekaan berpendapat, yang juga dijamin oleh Peraturan Internal Kapolri sebelumnya. Amnesty mendesak pihak berwenang untuk menarik surat telegram tersebut.” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Senin (6/4/2020).

Menurut Usman, sepanjang masa pandemi Covid-19, banyak lapisan masyarakat merasa dirugikan dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang sejak awal mengabaikan dampak negatif penyebaran wabah. Alhasil, kata Usman, terbitnya telegram tersebut akan membuat orang-orang yang semula berniat memberi pendapat justru takut bersuara karena ancaman hukuman.

“Tanpa saran dan kritik, Pemerintah akan semakin kesulitan untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki dalam menangani wabah” ujar Usman. Berdasarkan data Amnesty International Indonesia, hingga saat ini setidaknya terdapat 13 orang yang ditangkap karena menyebarkan berita bohong dan menyesatkan terkait Covid-19.

Selain itu, ia menyebut, telegram tersebut juga bertentangan dengan rencana pemerintah untuk membebaskan 30 ribu tahanan demi menekan angka penyebaran Covid-19 di penjara. “Telegram itu justru akan berpotensi meningkatkan jumlah orang yang masuk penjara atas tuduhan penyebaran berita palsu dan penghinaan terhadap presiden maupun pejabat negara.” kata dia.

Polri setidaknya telah menerbitkan lima Surat Telegram sebagai bentuk penanganan penyebaran Covid-19 oleh aparat kepolisian di Indonesia. Telegram itu dikeluarkan untuk menjadi ketentuan polisi dalam bersikap dalam masa pandemi Covid-19 saat ini.

“Secara keseluruhan, Surat Telegram ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Senin (6/4).

Surat telegram itu pertama, bernomor ST/1098/IV/HUK.7.1/2020 tentang penanganan kejahatan potensial selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kedua, surat telegram Nomor: ST/1099/IV/HUK.7.1/2020 berisi tentang penanganan kejahatan dalam tugas ketersediaan bahan pokok dan distribusi.

Ketiga, surat telegram Nomor: ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 perihal penanganan kejahatan di ruang siber. Keempat, surat bernomor ST/1101/IV/HUK.7.1/2020 ihwal penanganan kejahatan potensial dalam masa penerapan PSBB. Surat kelima, Nomor ST/1102/IV/HUK.7.1/2020 tentang penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang baru tiba dari negara terjangkit Covid-19.

Asep menjelaskan bahwa lima surat tersebut dikhususkan untuk penyidik di unit reserse kriminal (reskrim) yang nantinya akan melakukan penindakan hukum selama masa penanganan Covid-19. Dalam penerapannya, dia mengklaim penegakan hukum akan menjadi pilihan terakhir. Asep mengatakan sampai dengan saat ini, polisi telah melakukan pemetaan daerah yang dianggap rawan terjadi kejahatan-kejahatan. (pi/cnn/nt)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button