BERITA UTAMADESTINASIEKONOMIINTERNASIONALNASIONALPENDIDIKAN

Goodbye Jakarta

 

USIA kemerdekaan Indonesia telah 74 tahun. Sebegitu pula ibukota negara berada di Daerah Khusus Istimewa (DKI) Jakarta. Secara konstitusional, Jakarta ditetapkan sebagai ibu kota Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964.

JAKARTA (podiumindonesia.com)- Jakarta telah menjadi pusat pemerintahan sejak masih bernama Batavia pada masa Hindia Belanda. Pada awal abad ke-20 ada upaya oleh Pemerintahan Hindia Belanda untuk mengubah lokasi ibu kota dari Batavia ke Bandung, walau pun gagal karena Depresi Besar dan Perang Dunia II.

Setelah menjadi wacana selama puluhan tahun, Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur pada tahun 2019 ini. Pertanyaan muncul pemindahan ibukota negara sensasi ataukah kebutuhan?

Pun secara utuh telah terjawab oleh Joko Widodo (Jokowi) bahwa pemindahan ibukota negara suatu kebutuhan, hanya saja sekalangan menilai kuat akan kepentingan politik. Artinya, peran segelintir orang dalam perpolitikan Indonesia menjadi suatu penyebab.

Bicara sensasi, pastinya memang seorang Jokowi kerap melempar wacana yang kadang tak pasti. Namun akhirnya menjadi suatu keputusan, meski kadang ‘pahit’. Sedangkan kandungan muat politik atas perpindahan ibukota negara, juga tampak jelas.

Sebab, bergabungnya sejumlah partai oposisi dalam barisan Jokowi-Amin yang notabene pemenang Pilpres 2019. Ditambah lagi sebelumnya dalam kampanye Jokowi tak pernah terlintas atau terucap akan perpindahan ibukota negara. Dan, secara tiba-tiba Senin (26/8) Jokowi mengumumkan bahwa perpindahan ibukota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur sudah valid.

Terungkap beberapa pertimbangan hingga ibukota negara harus pindah ke Kalimantan Timur (Kaltim) tepatnya berada di dua kabupaten yakni Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara. Pertimbangan tersebut antara lain, Penduduk Jawa terlalu padat Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 menyebutkan, sebesar 56,56 persen masyarakat Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Sementara di pulau lainnya, persentasenya kurang dari 10 persen, kecuali pulau Sumatera.

Penduduk Sumatera sebesar 21,78 persen dari keseluruhan masyarakat Indonesia, atau sebanyak 56.932.400 jiwa. Di Kalimantan, persentase penduduk Indonesia hanya 6,05 persen atau 15.801.800 jiwa. Di Sulawesi, persentase penduduk Indonesia sebesar 7,33 persen atau 19.149.500 jiwa. Di Bali dan Nusa Tenggara, penduduknya sebanyak 14.540.600 jiwa atau 5,56 persennya penduduk Indonesia.

Sementara di Maluku dan Papua memiliki persentase paling kecil, yakni 2,72 persen atau 7.103.500 jiwa.

Point selanjutnya yakni kontribusi ekonomi pulau- pulau terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia atau Produk Domestik Bruto (PDB), sangat mendominasi. Sedangkan pulau lainnya jauh tertinggal. Jokowi ingin menghapuskan istilah “Jawasentris” sehingga kontribusi ekonomi di pulau lain juga harus digenjot.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, kontribusi ekonomi terhadap PDB di pulau Jawa sebesar 58,49 persen. Sebanyak 20,85 persen di antaranya disumbang oleh Jabodetabek. Sementara pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa sebesar 5,61 persen. Di Sumatera, kontribusi ekonominya sebesar 21,66 persen dengan pertumbuhan 4,3 persen. Adapun di Kalimantan, kontribusi ekonominya sebesar 8,2 persen dengan pertumbuhan ekonomi 4,33 persen.

Di Sulawesi, kontribusinya hanya 6,11 persen. Namun, perrumbuhan ekonominya paling tinggi, yakni 6,99 persen. Di Bali dan Nusa Tenggara, kontribusinya 3,11 persen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,73 persen. Di Maluku dan Papua, berkontribusi sebesar 2,43 persen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,89 persen.

Kemudian menyangkut krisis ketersediaan air menjadi salah satu concern pemerintah dalam menentukan lokasi ibu kota baru. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2016, mengalami krisis air yang cukup parah. Ada daerah yang termasuk indikator berwarna kuning yang artinya mengalami tekanan ketersediaan air, seperti di wilayah Jawa Tengah. Di wilayah Jawa Timur, indikatornya berwarna oranye yang artinya ada kelangkaan air.

Sementara di wilayah Jabodetabek, indikatornya merah atau terjadi kelangkaan mutlak. Hanya sebagian kecil di pulau Jawa yang memiliki indikator hijau atau ketersediaan airnya masih sehat, yakni di wilayah Gunung Salak hingga Ujung Kulon.

Lalu point terakhir masalah konversi lahan di Jawa mendominasi. Hasil modelling KLHS Bappenas 2019 menunjukkan, konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa. Proporsi konsumsi lahan terbangun di pulau Jawa mendominasi, bahkan mencapai lima kali lipat dari Kalimantan. Pada 2000, proporsi lahan terbangun di Jawa sebesar 48,41 persen. Kemudian berkurang menjadi 46,49 persen pada 2010.

Diprediksi, lahan terbangun di Jawa pada 2020 dan 2030 sebesar 44,64 dan 42,79 persen menyusul rencana pemindahan ibu kota. Di Kalimantan, keterbangunan lahannya sebesar 9,29 persen pada 2010. Proporsi lahan terbangun di Kalimantan diprediksi meningkat pada 2020 menjadi 10,18 persen dan 11,08 persen pada 2030. Sementara di Sumatera, proporsi lahan terbangunnya sebesar 32,54 persen pada 2010.

Diprediksi, pembangunannya terus meningkat pada 2020 sebesar 32,71 persen dan pada 2030 sebesar 32,87 persen. Ada pun di Sulawesi, proporsi lahan terbangunnya sebesar 4,88 persen pada 2010. Kemudian, diprediksi terus bertumbuh menjadi 5,42 persen pada 2020 dan 5,96 persen pada 2030.

Terkait soal politisasi pemindahan ibukota negara dijawab Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro. Dikatakannya, pemindahan ibukota negara sudah dibahas mendalam sejak tiga tahun belakangan.

Kajian tersebut, kata Bambang, sudah muncul sejak era Menteri PPN sebelumnya, Andrinof Chaniago. “Kajian sudah tiga tahun sejak 2017. Dari zaman Andrinof sudah dibahas,” ujar Bambang.

Namun, kajian yang diserahkan saat ini oleh Bappenas ke pemerintah merupakan kajian baru, bukan warisan Andrinof. Bambang mengatakan, selama itu pula, tak ada yang tahu mengenai rencana pemindahan ibu kota kecuali internal pemerintah dan kalangan terbatas. Bahkan, selama kampanye Presiden Joko Widodo juga sama sekali tak disinggung mengenai hal itu ke publik.

Alasan pemerintah menyimpan rapat rencana ini karena tak mau isu ini jadi bahan gorengan politik. Selama proses pemilu, kata Bambang, presiden meminta kabinetnya untuk tutup mulut dulu selama kontestasi politik berlangsung.

Perpindahan ibukota negara juga jadi ulasan media internasional, baik dari Asia mau pun Amerika Serikat (AS). ‘The Washington Post’ media asal AS itu memilih judul Welcome to the Jungle: Indonesia Memilih Lokasi untuk Ibu Kota Baru. “Indonesia tengah mengeringkan rawa.” Dalam pemberitaan ‘The Post’, Presiden Jokowi disebut telah memilih lokasi di tempat yang belum diumumkan. Konstruksi atas area seluas 182.108 hektar tahun depan, dan pemindahan dilakukan 2024 mendatang.

Dituliskan dalam pemberitaan itu selama bertahun-tahun, memindahkan ibu kota memang sudah dibahas. Namun dalam beberapa tahun terakhir, isu tersebut perlu segera mendapat pembahasan. Lonjakan populasi membuat kawasan Jakarta dan sekitarnya dipenuhi 30 juta jiwa.

Menciptakan daerah metropolitan yang tidak hanya padat, namun juga tercemar. Jakarta terletak di ujung barat Jawa, pulau terpadat di dunia yang menampung lebih dari setengah total populasi Indonesia yang mencapai 260 juta jiwa.

Problem terbesar yang membuat pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur mendesak adalah fakta dua perlima kota itu berada di bawah permukaan laut sehingga ancaman tenggelam jadi besar.

Di beberapa daerah, permukaan mulai surut sebanyak 10 persen per tahun. Fenomena yang disebabkan penggalian akuifer bawah tanah dan diperparah perubahan iklim. Memindahkan ibu kota bakal memberikan tantangan tersendiri.

Begitulah keterangan Arya Fernandes, peneliti dari Centre for Strategic and International Studies.

“Merelokasi dari Jakarta tidak akan semudah membalik telapak tangan. Jakarta jelas tetap menjadi jangkar bagi kehidupan politik Indonesia,” jelasnya. Fernandes mengatakan, pengumuman itu nampaknya menjadi upaya Jokowi untuk menorehkan warisan sebagai pemimpin yang mengedepankan infrastruktur sejak menjabat pada 2014.

Bahasan yang sama juga tertuang di ‘The New York Times’. Mengangkat judul Indonesia’s Capital Is Sinking, Polluted and Crowded. Its Leader Wants to Build a New One. Dalam paragraf pembuka, The Times menceritakan Jakarta yang kualitas udaranya masuk kategori terburuk di dunia, kemacetan yang melegenda, hingga bahaya berjalan di trotoar.

The Times melansir bagaimana Jokowi hendak memindahkan ibu kota Indonesia yang baru ke Kalimantan. Pulau yang terkenal akan satwa orangutan hingga hutan hujan tropis. Proyek relokasi itu diprediksi bakal menghabiskan dana Rp 466 triliun. Sebanyak 19 persen bakal didanai dari APBN. Sisanya dari Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan swasta.

Jakarta berdiri sejak abad ke-14, dan selama berabad-abad berfungsi sebagai ibu kota para raja serta sultan, sebelum kedatangan Belanda pada 1600-an. Dengan penjajahan Belanda kota itu berubah jadi Batavai dan merupakan markas Kantor Hindia Belanda Timur, dan sempat dilanda wabah malaria. Sama seperti The Post, The Times memaparkan keputusan memindahkan ibu kota dipicu fakta mulai menurunnya tanah setidaknya dua inchi setiap tahun.

Sedangkan ‘BBC’ harian asal Inggris ini mewartakan bagaimana Presiden Jokowi mengumumkan Borneo (Kalimantan) sebagai lokasi ibu kota yang akan dipindahkan 2024 mendatang. Mengambil judul “Indonesia Memilih Pulau Borneo sebagai Lokasi Ibu Kota Baru”, BBC menekankan bagaimana lokasi pasti ibu kota belum diumumkan.

“Proyek ambisius ini akan menelan Rp 466 triliun. Namun kemacetan Jakarta sudah merugikan ekonomi negara setidaknya Rp 100 triliun rupiah setiap tahunnya,” ulas BBC. Di media Inggris lainnya ‘The Telegraph’ memaparkan alasan mengapa ibu kota harus dipindah di balik judul Indonesia’s government reveals location of new capital as Jakarta sinks yang diangkat.

Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Prawiradinata berkata, pemerintah belajar dari negara lain yang memindahkan ibu kota mereka. Antara lain Malaysia yang berpindah dari Kuala Lumpur ke Putrajaya, dan Brasil dari Rio de Janeiro ke Brasilia. Rudy menuturkan relokasi memberi dampak ekonomi.

“Saya pikir imbas ekonomi yang bisa dihasilkan di Brasil begitu bagus. Jadi saya rasa bisa menjadi contoh bagi kami,” kata Rudy seraya berujar, isu lingkungan bakal jadi perhatian utama desain ibu kota baru. Tetapi, Rudy menekankan pemindahan ke Kalimantan bertujuan demi pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia dibanding pandangan solusi satu arah saja.

Rudy menjamin Jakarta masih akan menjadi pusat finansial Indonesia. Seperti yang terlihat dari relasi antara New York dengan Washington DC di AS. Namun pakar seperti Elisa Sutanudjaja dari Rujak Center for Urban Studies memaparkan kekhawatiran Jakarta mungkin akan diabaikan jika tidak lagi jadi ibu kota. “Dengan memindahkan ibu kota, Anda tidak akan menyelesaikan masalah di Jakarta. Orang-orang yang mungkin bersemangat karena pemindahan adalah pengembang,” lanjut dia.

Kini, info bergulir pengusaha super-kaya di Indonesia katanya sedikit cemas dengan perpindahan ibukota negara. Karena mereka takut lahannya diambil pemerintah. Di antara itu, muncul nama Prabowo Subianto. Seperti diketahui, dia memiliki lahan super luas yang mencapai 220.000 hektare di Kalimantan Timur.

Saat debat capres-cawapres pada Pemilu 2019 lalu, Prabowo mengaku siap menyerahkan bila lahan itu akan diambil untuk kepentingan negara. Benarkah dia akan benar-benar menepati janjinya itu saat ibukota dipindahkan ke Kaltim? Namun sepertinya tidak seperti itu. Ungkapan itu sekarang tiba-tiba berbalik arah. Ketika rencana pemindahan ibukota negara itu menguat dan diputuskan oleh Presiden Jokowi, Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, langsung menyampaikan hal yang berbeda.

Ia menyatakan bahwa lahan tersebut bukan milik Prabowo, tapi dikelola oleh Arsari Group. Arsari Group sendiri merupakan milik Hashim Djojohadikusumo. “Kita tahu, pernyataan di atas hanyalah permainan kata dan retorika belaka untuk mengelabui masyarakat,” ujarnya.

Karena bila diperiksa ulang dengan pernyataan dari Waketum Gerindra, Edhy Prabowo, semuanya tidak sesuai. Edhy sendiri menyebut bahwa Prabowo memang memiliki lahan di Kalimantan Timur, di lokasi ibukota baru tersebut. Di sini jelas arah pembicaraan Dahnil di atas. Apalagi menurut Dahlan Iskan, kawasan calon ibukota baru tersebut merupakan wilayah emas hijau. Sebab kayunya diekspor dan menghasilkan banyak dollar.

Dulu, hak penebangan hutan di kawasan tersebut diberikan kepada perusahaan asing dari Amerika Serikat (AS), yakni International Timber Corporation Indonesia (ITCI) yang sangat terkenal di era 1970-an. Tapi sekarang pemiliknya telah berganti menjadi milik Prabowo. Lokasi calon Ibukota baru ini terletak di lokasi yang dikelola oleh Prabowo tersebut. Sekarang, keputusan telah disahkan oleh Presiden Jokowi soal pemindahan Ibukota Negara. Tepatnya di lahan negara yang dikelola oleh keluarga Prabowo.

Nah, benarkah Prabowo sekarang mau menaati janjinya untuk menyerahkan lahan kepada negara? Kini saatnya masyarakat menunggu realisasi janji tersebut. Padahal, penyerahan lahan oleh Prabowo itu bila benar terjadi, dilakukan demi kepentingan rakyat. Tetapi pertanyaannya, apakah dia rela? Inilah yang ditunggu masyarakat Indonesia. Janji harusnya ditepati.

Ditentang

Aktivis lingkungan hidup pastinya menentang perpindahan ibukota negara ke Kaltim. Kritikan ini muncul dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan Kiara. Mereka menilai keputusan pemindahan ibu kota ini hanya akan menguntungkan penguasa lahan di sekitar ibu kota yang baru. “Pemindahan berkedok mega proyek ini hanya akan menguntungkan oligarki pemilik konsesi pertambangan batu bara dan penguasa lahan skala besar di Kaltim,” ujar Koordinator Jatam Nasional Merah Johansyah, usai Jokowi memastikan pemindahan ibukota negara pada 2024 ini.

Selama ini lahan di Kalimantan Timur memang sudah banyak dimiliki dan dimanfaatkan para pengusaha dalam bentuk konsesi atau hak guna usaha. Bisnis para pengusaha besar ini mulai dari perkebunan, kehutanan, hingga pertambangan. Menurut Jatam, sebagian besar lahan di Penajam Paser Utara dikuasai PT ITCI Kartika Utama. Perusahaan tersebut diketahui milik adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo. Total luas lahan mencapai 173.395 hektare yang membentang di Penajam Paser Utara, Kutai Kertanegata, dan Kutai Barat. Hal ini diketahui dari SK IUPHHK-HA: 160/Menhut-II/2012, tanggal 27 Maret 2012. Di kabupaten itu, juga ada PT ITCI Hutani Manunggal, perusahaan patungan yang didirikan 1993 oleh PT ITCI Kartika Utama dan PT Inhutani-1.

Begitu juga halnya Luhut Panjaitan, Menko Kemaritiman yang tercatat menguasai lahan pertambangan dan perkebunan sawit di Kecamatan Muara Jawa Kukar, Kabupaten Kutai Kartanegara. Februari lalu Luhut sempat mengaku memiliki lahan negara seluas 6 ribu hektare di Kalimantan Timur, untuk kegiatan pertambangan batu bara. Lahan tersebut sudah mendapatkan izin konsesi dan sampai saat ini masih diproduksi.

Selanjutnya, Abu Rizal Bakrie Grup Bakrie memiliki bisnis tambang batu bara terbesar di Kalimantan, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC). Perusahaan ini merupakan salah satu anak usaha Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk (BUMI). KPC merupakan perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia yang berlokasi di Kutai Timur seluas 84.938 hektare.

Pada 2003, BUMI memang menguasai seluruh kepemilikan KPC. Kini BUMI hanya memiliki 51 persen, sisanya Tata Power (India) 30 persen dan China Investment Coorperation 19 persen. Ada juga nama Garibaldi Thohir Garibaldi merupakan Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia ini juga memiliki lahan tambang di Kalimantan Timur, melalui PT Bhakti Energi Persada (BEP).

BEP memiliki 15 anak perusahaan, tujuh di antaranya memiliki izin usaha pertambangan (IUP) atas seluas 34 ribu hectare yang belum dikembangkan di kabupaten Muara Wahau (Kalimantan Timur). Lokasinya sekitar 250 kilometer di utara Balikpapan dan 120 kilometer ke pantai. Cadangan batu bara untuk area konsesi ini diperkirakan mencapai 7,96 miliar ton.

Tambang inilah yang menjadi salah satu deposit batubara termal peringkat rendah dan berkadar polutan rendah yang terbesar di Kalimantan Timur. Tak terkecuali nama Sandiaga Uno terseret di Kaltim. Di Kalimantan Timur muncul Adaro Energy. Pengusaha yang ikut dalam pemilihan presiden 2019 bersama Prabowo ini merupakan salah satu pemilik PT Saratoga Investama. Ada pun Saratoga memegang 15 persen saham Adaro. Pada 2009, lima pemegang saham Adaro menyatukan kepemilikan saham mereka dalam naungan PT Adaro Strategic Investment.

Kelimanya adalah keluarga Rachmat, keluarga Thohir, keluarga Subianto, Edwin Soeryadjaya, dan Sandiaga Uno. Hingga akhir 2018, kepemilikan saham ASI di Adaro Energy sebesar 43,91 persen. Sementara Dewan Komisaris dan Direksi yang juga mewakili pemegang saham ASI juga memiliki 12 persen saham Adaro Energy. Terakhir adalah Kiki Barki dengan nama perusahaan Harum Energy Tbk (HRUM) memiliki empat wilayah pertambangan di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Timur di Provinsi Kalimantan Timur. Lokasi tambang tersebut dikelola oleh anak usahanya Mahakam Sumber Jaya (MSJ), Tambang Batubara Harum (TBH), Santan Batubara (SBB) dan Karya Usaha Pertiwi (KUP).
Dari total 4 lokasi tambang yang dimiliki, 3 diantaranya telah aktif berproduksi, sedangkan 1 lainnya diharapkan mulai berproduksi pada tahun 2019.

Proyek Multiyears

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pihaknya segera membahas sejumlah skema pembiayaan lantaran rencana pembangunan konstruksi pusat pemerintahan baru tersebut akan dimulai pada tahun depan. Ibukota Indonesia bakal dipindahkan ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengklaim bahwa anggaran untuk kajian dan perencanaan pemindahan ibukota sudah masuk dalam RAPBN tahun anggaran 2020. Alokasi tersebut berada di pos Bappenas dan Kementerian PUPR. Terkait dengan skema pembiayaan ibukota baru Indonesia, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan bakal dibiayai lewat APBN, KPBU dan Swasta.

Dalam laporannya, Bappenas mengatakan biaya pemindahan ibu kota diperkirakan mencapai Rp485,2 triliun. APBN diperkirakan bakal membiayai 19,2 persen pemindahan ibu kota baru yaitu Rp93,5 triliun. Dana dari APBN itu bakal digunakan untuk infrastruktur pelayanan dasar, pembangunan Istana Negara dan bangunan strategis TNI/Polri. Selanjutnya untuk pembangunan rumah dinas ASN/TNI/Polri, pengadaan lahan, ruang terbuka hijau dan pangkalan militer.

Dana pemindahan ibu kota juga bakal menggunakan KPBU sebesar Rp265,2 triliun atau sebanyak 54,6 persen dari total biaya pemindahan ibu kota. Sementara Swasta mendapat porsi 26,2 persen atau Rp127,3 triliun dalam pemindahan ibu kota. (pi/nt)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button