HankamNASIONAL

Panglima Cerita Jadi ‘Anak Kolong’

 

JAKARTA (podiumindonesia.com)- Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meresmikan secara terpusat hasil rehabilitasi rumah barak prajurit dan fasilitas pendukung TNI di seluruh Indonesia. Hadi bercerita pernah menjadi ‘anak kolong’ dalam acara itu.

Pembangunan itu merupakan hasil kerja sama dengan bank swasta sebesar Rp 69,8 M dan terbagi dalam lima tahap pembangunan mulai awal tahun 2018 hingga tahap terakhir Februari 2019. Pembangunan meliputi rehabilitasi 254 rumah atau barak prajurit, fasilitas umum, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan di lingkungan TNI.

Hadi mengucapkan terima kasih kepada pihak bank swasta yang telah memberikan bantuan untuk melengkapi fasilitas prajurit TNI. Sebab, dia mengatakan anggaran untuk pembangunan fasilitas TNI memang tidak pernah cukup.

“Sehingga dengan adanya CSR dari BCA sangat membantu kami semua, karena total seluruh prajurit TNI di darat, laut maupun udara adalah sekitar 470 ribu hampir 500 ribu, dan rumah dinas juga masih belum mencukupi sehingga kami masih berupaya terus untuk mencukupi rumah dinas tersebut,” ujar Hadi di Koarmada I, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, kemarin.

Hadi menginstruksikan agar seluruh fasilitas itu dirawat. Hadi juga memerintahkan untuk segera memperbaiki jika ada kerusakan.

“Saya mengharapkan kepada para pangkotama untuk bisa menginstruksikan kepada jajarannya untuk merawat rumah tersebut. Kalau memang hanya bocor sedikit saja segera naik bocornya dimana diperbaiki. Jangan sampai rumah bocor kemudian dibiarkan,” jelasnya.

Hadi berharap fasilitas rumah ini dapat mencegah permasalahan sosial dalam ruang lingkup TNI. Hadi bercerita permasalahan sosial kerap terjadi karena fasilitas rumah dinas yang tidak sebanding dengan jumlah prajurit TNI. Sebab, masih banyak prajurit yang tidak membawa keluarganya saat menjalankan tugas.

“Bayangkan apabila satu penugasan katakanlah satu kompi dari Jawa menuju ke Pontianak, belum tentu mereka mendapatkan rumah dinas. Sehingga banyak sekali para prajurit apabila ditugaskan di luar Pulau Jawa tidak membawa istrinya, yang berdampak pada permasalahan sosial,” ujar Hadi.

Hadi menyebut potensi permasalahan sosial terjadi karena prajurit jauh dari istri dan keluarga. Dia menyebut hal itu jauh dari perhatian sehingga nekat melakukan tindakan yang tidak mengenakkan.

“Kadang datang ke satu daerah kemudian istrinya tinggal di Jawa, prajurit di daerah itu ngekos, di kos harus makan keluar, dan belanja di luar kenal anaknya yang jualan pecel. Di situlah terjadi masalah, kemudian karena dituntut akhirnya jalan pintas. Jalan pintas suruh pingsan selama-lamanya. Ini akhirnya menjadi permasalahan kriminal,” ucapnya.

Hadi kemudian menyebutkan ada potensi permasalahan lain jika prajurit tidak tinggal dalam satu ruang lingkup ketika berdinas. Penyalahgunaan narkotika akibat pengaruh dari luar juga bisa terjadi.

“Banyak masalah seperti itu termasuk di antaranya adalah hidup di Jakarta tidak ada rumah dinas, kos di luar diketahui oleh katrolnya narkoba, ada tentara di sana diajak untuk bekerja sama akhirnya permasalahan juga,” katanya.

Hadi juga bercerita soal dirinya pernah merasakan menjadi ‘anak kolong’ sejak kecil. Dia tidak ingin prajurit saat ini mengalami hal yang sama dengan dirinya.

“Saya juga mulai kecil sejak bayi sebelum menjadi tentara tinggal di rumah dinas, sehingga ada sebutan anak kolong. Kenapa anak kolong karena kamarnya cuma satu dan tempat tidurnya cuma dua. Akhirnya anak nomor satu tidur di kasur dan anak nomer dua tidur di kolong. Itulah asal-muasal anak kolong,” ceritanya.

“Mudah mudahan di zaman sekarang zaman now ini tentara sudah tidak ada istilah anak kolong, semuanya bisa tinggal di rumah dengan baik dan mendapatkan fasilitas dengan baik,” lanjut Hadi. (PI/DTC)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button